Lhoseumawe – Hakim Bebaskan Windu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya memutus bebas terdakwa Windu Aji Sutanto dari jeratan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berkaitan dengan korupsi tambang nikel.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa siang, dan langsung disambut reaksi beragam dari publik.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa jaksa penuntut umum tidak dapat membuktikan dakwaan secara sah dan meyakinkan.

Baca Juga : Paripurna DPR RI Resmi Sahkan UU APBN 2026
“Menyatakan terdakwa Windu Aji Sutanto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa,” ujar Ketua Majelis Hakim.
Sidang berlangsung selama hampir dua jam dan dihadiri oleh kuasa hukum, perwakilan jaksa, serta keluarga dan kerabat terdakwa.
Windu Aji Sutanto sebelumnya didakwa melakukan pencucian uang hasil korupsi dari kegiatan pertambangan nikel ilegal di kawasan Sulawesi Tenggara.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut bahwa Windu terlibat dalam aliran dana yang berasal dari kegiatan tambang ilegal melalui perusahaan cangkang.
Ia diduga menyamarkan uang hasil korupsi ke dalam bentuk aset properti, kendaraan mewah, dan transaksi luar negeri.
Namun dalam persidangan, jaksa kesulitan membuktikan hubungan langsung antara Windu dan tindak pidana pokok korupsi.
Bukti-bukti digital dan keterangan saksi yang dihadirkan dinilai tidak cukup kuat untuk mengaitkan Windu sebagai pelaku utama atau penerima manfaat langsung.
Majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa aset yang disita tidak sepenuhnya terbukti berasal dari tindak pidana yang dimaksud.
Dalam pembelaannya, tim kuasa hukum Windu menyebut bahwa kliennya hanya terlibat dalam kapasitas sebagai konsultan keuangan dan tidak memiliki kendali atas operasional tambang.
“Klien kami hanyalah pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan langsung dengan sumber dana yang dipersoalkan,” kata pengacara Windu, Yudha Ramadhan.
Tim pengacara juga mengkritik metode pelacakan aset oleh penegak hukum yang dinilai prematur dan tidak valid secara hukum.
Sejak awal, kasus ini memang menjadi perhatian publik karena besarnya potensi